Comot Pasal Demi Kuatkan Argumen Untuk Kepentingan. Lahan Tapak Kuda Pasti Dieksekusi, Melawan Siap-Siap Pidana

Kendari, Lenteraterkini.Com - Menanggapi narasi yang menyebut eksekusi sengketa tanah tidak bisa dijalankan karena masa HGU telah berakhir, seorang analis administrasi pertanahan sekaligus praktisi hukum menyatakan bahwa alasan tersebut hanya mengambil potongan pasal tanpa melihat konteks hukum secara menyeluruh.

“Hukum tidak bisa dicomot seenaknya. Pasal harus dibaca utuh dan dikaitkan dengan asas serta aturan lain. Putusan pengadilan yang inkracht tetap mengikat dan tidak gugur hanya karena masa HGU berakhir,” tegasnya, Selasa (30/9).

1. Putusan Inkracht adalah Final dan Mengikat

Pasal 1917 KUHPerdata menegaskan, putusan yang sudah inkracht memiliki kekuatan res judicata dan mengikat para pihak. Pasal 195 ayat (1) HIR menegaskan, putusan tersebut wajib dilaksanakan secara paksa melalui eksekusi.

👉 Jadi, dalih bahwa HGU sudah habis tidak bisa membatalkan perintah pengadilan.

2. Membaca Pasal UUPA dan PP 40/1996 Secara Utuh

Benar, Pasal 34 UUPA dan Pasal 17 PP No. 40/1996 menyebutkan HGU hapus ketika jangka waktunya berakhir. Namun pasal ini tidak pernah menyatakan bahwa hak keperdataan yang sudah diputus pengadilan ikut hapus.

👉 Justru, Pasal 2 ayat (2) huruf g PP No. 18 Tahun 2021 membuka ruang agar tanah negara dapat ditetapkan kembali kepada pihak tertentu, termasuk sebagai tindak lanjut putusan pengadilan.

3. Negara Tidak Boleh Mengabaikan Putusan

Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menjamin setiap orang berhak atas kepastian hukum yang adil. Jika negara menolak melaksanakan eksekusi putusan dengan alasan tanah sudah kembali ke negara, negara sendiri yang melanggar konstitusi.

Putusan MK No. 001-021-022/PUU-I/2003 juga menegaskan, penguasaan negara atas tanah bukan berarti kepemilikan absolut, melainkan mandat untuk mengatur sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

👉 Mengabaikan putusan inkracht justru bertentangan dengan mandat konstitusi.

4. Yurisprudensi Tegas Melawan Dalih Administratif

Sejumlah putusan Mahkamah Agung membantah argumen “eksekusi gugur karena HGU habis”:

MA No. 1766 K/Pdt/2001: eksekusi tetap sah meski ada perubahan administrasi, karena yang dilindungi adalah hak perdata.

MA No. 1051 K/Sip/1971: alasan administratif tidak boleh menghalangi eksekusi.

👉 Artinya, putusan inkracht tidak bisa ditawar hanya karena status HGU berubah.

5. Menghalangi Eksekusi Bisa Dipidana

Pasal 212 KUHP: barang siapa dengan kekerasan melawan pejabat saat menjalankan tugas sahnya, dapat dipidana.

Pasal 216 KUHP: barang siapa tidak patuh terhadap perintah pejabat menurut undang-undang, dapat dipidana.

Pasal 217 KUHP: menghalangi eksekusi putusan pengadilan adalah tindak pidana.

👉 Dengan demikian, pihak yang menggunakan dalih “HGU habis” untuk menghalangi eksekusi justru bisa masuk jerat pidana. 

Kesimpulan

Dalih bahwa putusan kehilangan objek karena HGU berakhir hanyalah pasal comotan yang dipakai untuk membenarkan kepentingan tertentu. Membaca hukum secara utuh justru menegaskan:

Putusan inkracht wajib dieksekusi (KUHPerdata, HIR).

Status tanah negara tidak menghapus hak keperdataan pemenang perkara.

Negara wajib menyesuaikan administrasi pertanahan, bukan membatalkan putusan.

Menghalangi eksekusi berimplikasi pidana.

“Anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu. Putusan inkracht adalah perintah negara. Eksekusi pasti jalan. Melawan? Siap-siap pidana,” tutup analis administrasi pertanahan itu.

 

Komentar

Berita Terkini